Moranews Batam– Batam, 27 November 2025.Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepulauan Riau, mendesak Presiden segera bertindak tegas merespon kezaliman yang dilakukan oleh konsorsium pengusaha pelaku kriminal terstruktur secara hierarkis dalam berbagai aktivitas ilegal seperti perdagangan rokok tanpa cukai, beras impor ilegal dan dugaan pencucian uang, serta penguasaan tanah secara besar-besaran tanpa memedulikan masyarakat adat dan ulayat. Salah satu korban dari kelompok yang dikenal mafia itu, yakni Hotel Purajaya yang dirobohkan tanpa landasan hukum pada 21 Juni 2023.
”Berkenaan dengan ketidak adilan bahkan kezoliman yang dialami oleh Datok Megat Rurry Afriansyah Ketua Saudagar Rumpun Melayu Batam, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau, yaitu berupa Perobohan Hotel Pura Jaya di Batam yang merupakan Hotel bersejarah dalam. Kejahatan ini sangat menyakinkan kami sebagai Tokoh Melayu, karena pelakunya juga dikenal sebagai pelaku tindak kriminal di berbagai kegiatan,” kata Maskur Tilawahyu, Ketua Bidang Hukum dan Juru Bicara LAM Kepri, kepada wartawan, Kamis, 27/11/2025.
Desakan ini disampaikan Maskur Tilawahyu, menyusul surat yang telah pernah disampaikan ke Presiden Prabowo pada 16 Desember 2024 lalu. Ketika itu LAM Kepri menyatakan Hotel Purajaya merupakan simbol perjuangan pembentukan Provinsi Kepulauan Riau. Perobohan Hotel itu menimbulkan kemarahan di tengah masyarakat Melayu, mengingat perobohan hotel tidak didasari dengan keputusan peradilan, baik di tingkat pertama, tingkat tinggi dan Mahkamah Agung.
Tindakan (perobohan hotel Purajaya) itu dinilai LAM dan tokoh Melayu lainnya sebagai kezoliman dan semestinya segera dapat diselesaikan dengan meminta pertanggungjawaban pelaku, yakni PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) yang dikendalikan pengusaha bernama Asri alias Akim dan anaknya Bobie Jayanto, serta Asman, yang kini menduduki kursi wakil rakyat di Tanjungpinang. Tetapi kenyataan saat ini, baik Akim, Bobie Jayanto, maupun Asman, tidak bergeming terhadap tindakan zalim maupun dampaknya.
Pada 21 November tahun lalu, Datok Megat Rurry Afriansyah pada Rapat Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau di Gedung Seri Indra Sakti, telah memaparkan kekejaman dari tindakan konsorsium atau dapat disebut mafia di bawah kendali Pasifik Group itu. Pencabutan tanah, jika memiliki dasar, menurut Rury Afriansyah, tidak akan menjadi persoalan yang berkepanjangan. Namun persil tanah 20 hektar dicabut tanpa dasar, serta bangunan hotel bernilai ratusan miliar, merupakan kezaliman.
Belakangan terungkap, ternyata Asri alias Akim bersama anaknya Bobie Jayanto, terindikasi mengendalikan perdagangan beras ilegal dengan jumlah sangat besar, yakni sekitar 500 petikemas (kontainer) per bulan ke wilayah Kepulauan Riau hingga daratan Pulau Sumatera. Dalam laporan yang disampaikan ke Menteri Pertanian dalam bentuk Pengaduan Masyarakat (Dumas), pelapor menyebut minimal 500 kontainer beras ekspor ilegal, mengalir ke daratan Sumatera dikendalikan oleh Akim dan anaknya Bobie Jayanto.
Seorang nitizen Edwin Dradjat Suska, menyebutkan: Pak Menteri, Indonesia swasembada pangan, rakyat 280 juta makmur sejahtera, tidak ada lagi orang susah cari beras, sidak ke bawah. Disahut sama Khairun Nisa: Tempat penyisiran harga from goverment to rakyat, suppose all price or every pangan beside tax2 opoaene. Gook luck. Beras itu, kata Megat Rury, berasal dari Vietnam, Thailand, dan Philipina.
Melalui sejumlah media, Menteri Pertanian kecele karena beras tangkapan di dalam satu kontainer merupakan produk Indonesia. Tetapi kasus itu diduga permainan aparatur di bawah, untuk mengecoh Menteri Pertanian Amran Sulaiman. ”Pak Menteri Yth, bagaimana dengan beras dari luar yang masuk ke Batam, sekitar 300-500 kontainer per bulannya? Ke Batam Pak Mentan sidak langsung. Jangan dengar laporan manis-manis saja dari bawahan.”
Penelusuran media ini, rokok HD dan OFO dan berbagai produk dari PT Adhi Mukti Persada, beralamat di Mega Jaya Industrial Park Blok D No 3A, Kelurahan Baloi Permai, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam (alamat lama, sekarang telah pindah secara diam-diam). Pabrik itu sebenarnya memiliki izin sebagai pabrik hasil tembakau, dengan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dengan nomor 860992577.020400.8120110010424.
Tetapi faktanya, rokok produk HD, OFO dan lainnya beredar tanpa cukai, bukan saja di Batam dengan bebas, tetapi juga hingga ke Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga dan seluruh Proinsi Kepulauan Riau. Bahkan di sepanjang jalan lintas Sumatera mulai dari Aceh hingga Lampung, para pekerja kebun dan petani di wilayah Sumatera sudah kecanduan mengonsumsi rokok HD dan berbagai jenis yang dijual lebih murah tanpa cukai. (Red)


















